Awal Mula Kesyirikan Kaumnya Nabi Isa Alaihissallam.
AWAL MULA KESYIRIKAN YANG TERJADI PADA KAUMNYA NABI ISA ALAIHISSALLAM
Sekitar tujuh puluh tahun setelah diangkatnya nabi Isa ‘alaihissallam ke langit, ada salah seorang tokoh paganisme (penyembah berhala) yang masuk agamanya bernama Paulus –tampaknya seorang munafik-, dimana sebelum masuk agama Nashrani dirinya menindas kaum Nashrani, berlaku sewenang-wenang pada mereka serta membunuhnya dengan cara yang sangat buruk. Kemudian setelah dirinya menyatakan keislamannya dia memberi gagasan pendapat yang belum pernah dikatakan sebelumnya, diantara pendapat aneh tersebut ialah:
- Mengajak orang untuk meyakini aqidah Trinitas.
- Menyeru manusia untuk menyakini ketuhanan al-Masih, dan ketuhanan Ruh al-Qudus.
- Membikin cerita bohong tentang adanya tebusan dosa bagi kesalahan umat manusia.
- Menjadikan hari ahad sebagai hari suci bagi kaum Nashrani, dengan argumen jika pada hari tersebut nabi Isa bangkit dari kuburnya, untuk mengganti hari sabtu yang sebelumnya telah disucikan oleh kaum Yahudi.
- Memberikan hak bagi para pembesar dan rahib untuk mengatur syariat, yang sebelumnya merupakan tugasnya para nabi dan rasul.
- Dirinya memberi maklumat dengan dihapusnya kitab suci Taurat. Hal itu ia lakukan tatkala dirinya menjumpai orang Yahudi dan Nashrani masih kuat dalam memegangi ajaran Taurat. Makar tersebut ia lakukan, sebagai permulaan misinya untuk bisa memasukan aqidah paganisme dan pelakunya kedalam agama Nashrani, sebab Paulus merasa kalau kitab Taurat sebagai penghalang terbesar yang menghadang dirinya, kemudian dia memproklamirkan dihadapan pengikutnya bahwa hanya dengan mengimani al-Masih sudah bisa menjamin mereka untuk bisa selamat.[1]
Dengan berpijak pada penghapusan Taurat, Paulus mampu menutup banyak sekali hukum yang sebelumya telah dikenal oleh orang Yahudi dan al-Masih. Diantaranya ialah hukum khitan bagi laki-laki, maka dia menghapus hukum khitan ini.[2]
Sebagaimana dirinya juga membolehkan bagi kaum Nashrani yang baru masuk agamanya untuk memakan daging babi, sedangkan dalam syariat yang turun sebelumnya dari langit telah diharamkan, dan sebelumnya masih ada yang tersisa ditengah-tengah mereka ajaran agamanya al-Masih semisal khitan, mandi dari janabah, mengagungkan hari sabtu, haramnya daging babi, disamping itu mereka juga masih mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Taurat kecuali apa yang dibolehkan bagi mereka melalui nash Taurat, akan tetapi, tatkala keluar maklumat dihapusnya Taurat, Paulus dengan cerdik mampu memasukan ajaran-ajaran paganisme kedalam agama al-Masih.
Namun, bukan berarti dirinya sukses seratus persen dalam misinya, sebab Paulus gagal untuk bisa menyakinkan kaum Nashrani untuk menyudahi prinsip-prinsip yang telah mereka yakini sebelumnya, dirinya juga gagal untuk menyakinkan orang-orang Yahudi dan Nashrani yang berada dibelahan timur, dikarenakan masih adanya para Hawariyun (pengikut setia nabi Isa ‘alaihissallam) dan murid-muridnya yang masih kuat memegang nasehat dan ajaran nabi Isa ‘alaihissallam, namun, Paulus tetap ngeyel tidak mau merubah sikap dan kelakuannya, justru dirinya membawa keyakinan yang lain lagi, yang ia layangkan kepada benua Eropa dimana dirinya membikin pemikiran baru tentang al-Masih, diantaranya yaitu:
- Bahwa ajaran al-Masih bersifat universal untuk seluruh dunia. Sedangkan kita ketahui kalau dakwahnya nabi Isa ‘alaihissallam diperuntukan secara khusus bagi kaum Yahudi.[3]
- Nabi Isa ‘alaihissallam mati ditiang salib untuk menebus dosa umat manusia.
- Kebangkitan nabi Isa ‘alaihissallam dari kematiannya. Yang kemudian beliau naik ke langit dan duduk disebelah kanannya Allah.[4]
Inilah beberapa prinsip ajaran agama yang disempalkan oleh Paulus kedalam agama Nashrani, yang mendapat kecaman keras dari kalangan Nashrani pada awal mulanya, dimana mereka menolak secara mentah-mentah.
Dan Paulus sendiri mengungkapkan dengan jelas didalam suratnya yang kedua yang ditujukan kepada Taimutsaus, “Sesungguhnya seluruh orang (Nashrani) yang berada di Asia murtad dariku”.[5]
Dan ada kemungkinan besar faktor yang menyebabkan hal tersebut karena disana masih ada yang hidup dari kalangan Hawariyun atau orang-orang yang masih menetapi kebenaran serta pernah melihat nabi Isa ‘alaihissallam.
Kecaman keras terhadap prinsip-prinsip ajaran tersebut terus berlangsung –kecuali orang yang nyleneh dikalangan mereka dari penduduk Romawi dan Yunani terlebih penduduk Eropa barat. Dimana keyakinan dan ajaran paganisme telah menguasainya sehingga mereka sering menisbatkan pemikirannya serta mengambil mentah-mentah-. Adapun kaum Nashrani yang berada di Asia dan tempat yang kedapatan utusan yang ditugaskan oleh al-Masih maka mereka sangat menentang prinsip tersebut kurang lebih mampu bertahan selama tiga ratus tahun -seperti yang kami kemukakan diawal-.
Akan tetapi, setelah itu agama al-Masih mulai mengalami perubahan dan pergeseran, hingga akhirnya betul-betul hilang dan lenyap, tidak ada yang tersisa sedikitpun ajarannya ditengah-tengah kaum Nashrani, yang ada justru mereka beragama dengan agama yang telah terkontaminasi antara agama al-Masih dan agama Filsafat para penyembah patung.
Tatkala kondisinya sudah demikian maka kaum Nashrani mulai berpecah-pecah kurang lebih hingga delapan puluh kelompok, selanjutnya mereka menjadi bergolong-golongan dengan perbedaan dan permusuhan, saling mencela satu sama lain, hingga akhirnya mampu disatukan kembali oleh raja Qostantin dari perpecahan tadi mulai dari kepulauan, negeri dan belahan dunia. Dirinya menyatukan seluruh penganut agama Nashrani hingga terkumpul pada saat itu sebanyak tiga ratus delapan belas.[6]
Kejadian itu terjadi pada tahun 325 Masehi,[7] dimana berkumpul disisinya orang-orang Nashrani yang menyatakan konsep Trinitas, beserta kaum Nashrani yang masih berada pada pemahaman yang benar berkaitan dengan al-Masih semisal Arios dan para pengikutnya. Akan tetapi, sang raja lebih condong kepada pendapat yang menganut paham Trinitas, dan diputuskan dalam pertemuan tersebut ketuhanan al-Masih ‘alaihissallam, dijelaskan kalau beliau turun untuk disalib dalam rangka menebus dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia –sebagaimana telah kami singgung ketika menjelaskan pemikiran Paulus- dengan sebab itu agama Nashrani berhutang budi kepada Paulus, dan al-Masih hanya tinggal penamaan saja.[8]
[Disalin dari بيان الشرك في قوم عيسى عليه السلام (Dinukil dari Buku: “Syirik pada Zaman Dahulu dan Sekarang” (1/355-374) Penulis Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
________
Footnote
[1] Risalah Baulus ilaa Ahli Ghalathiyah 3/11-12.
[2] Ibid.
[3] al-Yahudiyah wal Masihiyah hal: 308-310 oleh D. Dhiyaurahman al-A’dhami.
[4] al-Masih fiil Qur’an hal: 340 oleh D. Abdul Karim al-Khatib. Ahamu ‘Awamil Inhiraf Nashraniyah hal: 128 oleh Ibrahim Khalaf at-Turki. Dan kitab al-Adyaan wal Firaq wal Madzaahib al-Mu’ashirah hal: 35 oleh Abdul Qodir Syaibah al-Hamad.
[5] Risalah Baulus ilaa Taimutsaus.
[6] Lihat penjelasannya dalam kitab Ighatsatul Lahfan 2/682-683 oleh Ibnu Qoyim.
[7] Seperti dikatakan oleh Abdul Qodir Syaibah al-Hamad dalam kitabnya al-Adyaan wal Firaq wal Madzaahib al-Mu’ashirah hal: 35. dan dalam kitab al-Yahudiyah wal Masihiyah hal: 302, oleh D. Dhiyaurahman al-A’dhami.
[8] .al-Yahudiyah wal Masihiyah hal: 224, oleh D. Dhiyaurahman al-A’dhami
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/47190-awal-mula-kesyirikan-kaumnya-nabi-isa-alaihissallam.html